Sabtu, 05 September 2009

Perjanjian

PERJANJIAN
A. Pengertian Perjanjian
Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih (Pasal 1313 BW). Pengertian perjanjian ini mengandung unsur :
a. Perbuatan,
Penggunaan kata “Perbuatan” pada perumusan tentang Perjanjian ini lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan hukum, karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan;
b. Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih, Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok/pas satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.
c. Mengikatkan dirinya,
Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.
B. Syarat sahnya Perjanjian
Agar suatu Perjanjian dapat menjadi sah dan mengikat para pihak, perjanjian harus
memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 BW yaitu :
1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
Kata “sepakat” tidak boleh disebabkan adanya kekhilafan mengenai hakekat barang yang menjadi pokok persetujuan atau kekhilafan mengenai diri pihak lawannya dalam persetujuan yang dibuat terutama mengingat dirinya orang tersebut; adanya paksaan dimana seseorang melakukan perbuatan karena takut ancaman (Pasal 1324 BW); adanya penipuan yang tidak hanya mengenai kebohongan tetapi juga adanya tipu muslihat (Pasal 1328 BW). Terhadap perjanjian yang dibuat atas dasar “sepakat” berdasarkan alasan-alasan tersebut, dapat diajukan pembatalan.
2. cakap untuk membuat perikatan/bertindak;(mempunyai kemampuan atau kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum)Pasal 1330 BW menentukan yang tidak cakap untuk membuat perikatan :
a. Orang-orang yang belum dewasa
b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan
c. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Namun berdasarkan fatwa Mahkamah Agung, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963 tanggal 5 September 1963, orang-orang perempuan tidak lagi digolongkan sebagai yang tidak cakap.
Mereka berwenang melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan atau izin suaminya. Akibat dari perjanjian yang dibuat oleh pihak yang tidak cakap adalah batal demi hokum (Pasal 1446 BW).
3. suatu hal tertentu;
Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Jika tidak, maka perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 1332 BW menentukan hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi obyek perjanjian, dan berdasarkan Pasal 1334 BW barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi obyek perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas.
4. suatu sebab atau causa yang halal.
Sahnya causa dari suatu persetujuan ditentukan pada saat perjanjian dibuat. Perjanjian tanpa causa yang halal adalah batal demi hukum, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.

Syarat pertama dan kedua menyangkut subyek, sedangkan syarat ketiga dan keempat mengenai obyek. Terdapatnya cacat kehendak (keliru, paksaan, penipuan) atau tidak cakap untuk membuat perikatan, mengenai subyek mengakibatkan perjanjian dapat dibatalkan. Sementara apabila syarat ketiga dan keempat mengenai obyek tidak terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum.
Apabila perjanjian yang dilakukan obyek/perihalnya tidak ada atau tidak didasari
pada itikad yang baik, maka dengan sendirinya perjanjian tersebut batal demi hukum. Dalam
kondisi ini perjanjian dianggap tidak pernah ada, dan lebih lanjut para pihak tidak memiliki dasar
penuntutan di depan hakim.
3. Akibat Perjanjian
Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dari Pasal ini dapat disimpulkan adanya asas kebebasan berkontrak, akan tetapi kebebasan ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak yang membuat perjanjian harus menaati hukum yang sifatnya memaksa. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Suatu perjanjian tidak diperbolehkan membawa kerugian kepada pihak ketiga.
4. Berakhirnya Perjanjian
Perjanjian berakhir karena :
a. ditentukan oleh para pihak berlaku untuk waktu tertentu;
b. undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian;
c. para pihak atau undang-undang menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka persetujuan akan hapus;
Peristiwa tertentu yang dimaksud adalah keadaan memaksa (overmacht) yang diatur dalam Pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata. Keadaan memaksa adalah suatu keadaan dimana debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditur yang disebabkan adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannya, misalnya karena adanya gempa bumi, banjir, lahar dan lain-lain. Keadaan memaksa dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :
• keadaan memaksa absolut adalah suatu keadaan di mana debitur sama sekali tidak dapat memenuhi perutangannya kepada kreditur, oleh karena adanya gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar.
Akibat keadaan memaksa absolut (force majeur) :
a. debitur tidak perlu membayar ganti rugi (Pasal 1244 KUH Perdata);
b. kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi
hukum bebas dari kewajibannya untuk menyerahkan kontra prestasi,
kecuali untuk yang disebut dalam Pasal 1460 KUH Perdata.
• keadaan memaksa yang relatif adalah suatu keadaan yang menyebabkan debitur masih mungkin untuk melaksanakan prestasinya, tetapi pelaksanaan prestasi itu harus dilakukan dengan memberikan korban besar yang tidak seimbang atau menggunakan kekuatan jiwa yang di luar kemampuan manusia
atau kemungkinan tertimpa bahaya kerugian yang sangat besar. Keadaan memaksa ini tidak mengakibatkan beban resiko apapun, hanya masalah waktu pelaksanaan hak dan kewajiban kreditur dan debitur.
d. pernyataan menghentikan persetujuan (opzegging) yang dapat dilakukan oleh
kedua belah pihak atau oleh salah satu pihak pada perjanjian yang bersifat
sementara misalnya perjanjian kerja;
e. putusan hakim;
f. tujuan perjanjian telah tercapai;
g. dengan persetujuan para pihak (herroeping).

Satu persoalan terkait dengan hukum perjanjian adalah bagaimana jika salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian atau wan prestasi?
Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa. Sedangkan menurut Subekti, bentuk wanprestasi ada empat macam yaitu: (a)Melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan;(b)Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikannya; (c)Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;(d)Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan..
Dalam hal bentuk prestasi debitur dalam perjanjian yang berupa tidak berbuat sesuatu, akan mudah ditentukan sejak kapan debitur melakukan wanprestasi yaitu sejak pada saat debitur berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam perjanjian. Sedangkan bentuk prestasi debitur yang berupa berbuat sesuatu yang memberikan sesuatu apabila batas waktunya ditentukan dalam perjanjian maka menurut pasal 1238 KUH Perdata debitur dianggap melakukan wanprestasi dengan lewatnya batas waktu tersebut. Dan apabila tidak ditentukan mengenai batas waktunya maka untuk menyatakan seseorang debitur melakukan wanprestasi, diperlukan surat peringatan tertulis dari kreditur yang diberikan kepada debitur. Surat peringatan tersebut disebut dengan somasi.
Somasi adalah pemberitahuan atau pernyataan dari kreditur kepada debitur yang berisi ketentuan bahwa kreditur menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pemberitahuan itu.
Menurut pasal 1238 KUH Perdata yang menyakan bahwa: “Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”. Dari ketentuan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa debitur dinyatakan wanprestasi apabila sudah ada somasi (in gebreke stelling). Adapun bentuk-bentuk somasi menurut pasal 1238 KUH Perdata adalah:
Surat perintah: Surat perintah tersebut berasal dari hakim yang biasanya berbentuk penetapan. Dengan surat penetapan ini juru sita memberitahukan secara lisan kepada debitur kapan selambat-lambatnya dia harus berprestasi. Hal ini biasa disebut “exploit juru Sita”
Akta sejenis: Akta ini dapat berupa akta dibawah tangan maupun akta notaris. Tersimpul dalam perikatan itu sendiri
Dalam perkembangannya, suatu somasi atau teguran terhadap debitur yang melalaikan kewajibannya dapat dilakukan secara lisan akan tetapi untuk mempermudah pembuktian dihadapan hakim apabila masalah tersebut berlanjut ke pengadilan maka sebaiknya diberikan peringatan secara tertulis.
Ada 4 akibat yang dapat terjadi jika salah satu pihak melakukan wan prestasi yaitu:
1. Membayar kerugian yang diderita oleh
pihak lain berupa ganti-rugi
2. Dilakukan pembatalan perjanjian
3. Peralihan resiko
4. Membayar biaya perkara jika sampai
berperkara dimuka hakim
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu) (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Ig. Hernindio D.A
08/HK/267087/17754

Selasa, 26 Mei 2009

Menyoal sebuah keharaman

Sebelumnya Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk melecehkan atau menyudutkan suatu pihak atau golongan tertentu. Murni sebuah pemikiran dan dari perasaan saya pribadi.

Belum lama ini kita mendengar bahwa ada sebuah Fatwa yang mengharamkan Facebook oleh (anda tahu) . walaupun hanya "beredar" di daerah tertentu, Jawa Timur tepatnya, namun nampaknya dampak dan reaksi ini telah menyebar luas ke seantero negeri.

Saya disini tidak mengatakan tidak setuju atau menghujat pernyataan tersebut. Namun, menurut saya, menjadi sangat ironis dimana dimana sekarang manusia Indonesia yang sudah maju dan berakal sebenarnya sudah bisa membedakan dan berlaku diantara yang baik dan buruk dan bagaimana seharusnya mendayagunakan kemajuan teknologi NAMUN masih dibatasi oleh ketakutan dan kebodohan aturan yang diciptakan oleh pemikiran segelintir orang yang nampaknya memandang kita sebagai manusia purba yang sering kewalahan mengendalikan perilakunya dan nafsunya sendiri.

Sebuah perkembangan baru dalam dunia teknologi dan informasi tidaklah selayaknya dikungkung dalam kemunduran pikiran yang tertutup. Facebook menawarkan kemajuan dan banyak hal-hal positif (tidak berarti saya seorang maniak fanatik pembela facebook) namun janganlah kita menutup mata akan hal ini. Mengenai resiko pornografi, perusakan moral dan hal-hal semacamnya hal ini kembali kepada setiap pengguna lagi, saya yakin bahwa jika seseorang memang berniat untuk mencari hal-hal tersebut ribuan situs porno telah siap mengakomodir hal itu. Lagipula setahu saya facebook telah menerapkan aturan ketat atas hal ini, seperti jika pengguna menampilkan content yang berbau pornografi seperti dada telanjang atau sebagainya, maka pengelola akan segera menutupnya. Resiko memang akan tetap selalu ada, namun hal ini memang sebenarnya tak dapat dihindarkan, Internet, televisi bahkan majalah pun sebenarnya mempunyai resiko yang sama atau bahkan lebih berbahaya daripada facebook. Jika masih berkeras dengan pandangan ini maka nasib jejaring sosial yang lain akan sama atau bahkan meluas ke pengharaman internet???

Fatwa yang dikeluarkan ini bukan merupasekan dan tidak termasuk dalam aturan perundang-undangan yang sah di Indonesia. Tidak mengikat dan mempunyai kekuatan hukum untuk ditaati semua warga negara. Mungkin ditaati bagi para pengikutnya namun menurut pandangan saya pribadi hanya TUHAN saja yang berhak untuk menentukan halal-haramnya sesuatu.

Pemerintah dan banyak organisasi sekarang memang telah banyak memasuki area moral dan etika dalam berbagai peraturan yang dibuatnya belakangan ini, sejauh hal ini tidak mematikan kreativitas, kebudayaan , kemajuan dan aspek-aspek sosial serta hak asasi manusia, hal ini marilah kita cermati dan sikapi dengan positif.

Hal yang positif dari terbitnya fatwa ini adalah masih adanya perhatian akan keselamatan moral para netter atau facebooker ini yang saya apresiasi. WALAUPUN dalam kenyataanya aksi penerbitan fatwa semacam ini nantinya ya akan menjadi tidak relevan lagi dan berkesan menjadi sebuah kungkungan dan kemunduran bagi sebuah kemajuan. Terima kasih atas kepedulian dan usaha untuk membangun moral bangsa. Sikapilah dengan bijak dan cerdas tidak perlu ada sikap yang berlebihan yang mungkin akan menimbulkan akibat yang tidak kita inginkan. Karena saya yakin sebenarnya ada secercah semangat positif dari sini.

Saya akui memang ada tidaknya fatwa tersebut tidak akan berpengaruh secara pribadi kepada saya karena memang saya bukan dari golongan yang dituju fatwa tersebut. Dan mungkin definisi dan ajaran tentang "haram" yang saya yakini berbeda dari apa di fatwakan. Namun, kembali SAYA TEGASKAN ini bukan suatu ketidaksetujuan maupun seruan untuk menolak fatwa tersebut, ini hanya pemikiran saya sendiri yang mungkin dapat menjadi sedikit membantu dalam menentukan sikap bagi orang yang mempunyai pandangan bagi saya.

MENJADI BIJAKLAH INDONESIA.....

Selasa, 24 Februari 2009

Korupsi di Indonesia

Korupsi adalah salah satu masalah terbesar yang dialami oleh bangsa ini. Korupsi adalah suatu tindak kejahatan dimana seseorang memperkaya atau mengambil keuntungan bagi diri sendiri maupun orang lain secara tidak legal atau tidak sah dengan menyalahgunakan wewenang yang dimiliki. Korupsi merupakan perbuatan yang melawan hukum dan merupakan tindak pidana.
Indonesia telah mengalami dampak buruk akibat korupsi dalam berbagai aspek kehidupan, dan yang terparah terjadi di sektor ekonomi. Kerugian yang dialami negara kita sangatlah besar. Hal ini berdampak pada pembangunan yang terhambat, hutang negara yang menumpuk, kualitas pendidikan yang kurang baik, kesenjangan sosial dan kemiskinan yang parah, dan banyak lagi masalah lainnya. Indonesia bahkan menjadi salah satu negara terkorup di dunia belakangan ini. Sebuah prestasi yang memalukan.
Ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk melawan korupsi. Diantaranya, memperbaiki moral setiap orang, karena korupsi itu bergantung pada nurani tiap orang untuk melakukan atau tidak, sehingga budaya yang dapat melancarkan tidakan korupsi dapat terkikis. Langkah lainnya adalah menegakkan lagi kekuatan hukum dan peradilan Indonesia, yang bahkan selama ini juga telah ternodai oleh tindakan korupsi. Dengan hukum yang tegas, sanksi yang berat, dan peradilan yang bersih dan benar-benar adil, korupsi dapat segera diberantas. Langkah lain yang diperlukan adalah kepemimpinan yang bersih, berwibawa yang benar-benar anti-korupsi sehingga dapat menjadi panutan bagi rakyat untuk melawan segala bentuk korupsi.

Rabu, 04 Februari 2009

iklan politik

Maaf posting kali ini mungkin agak aneh...

Well we've already seen hundreds Clown stupidly proclaime themselves recent days,and it will be worse day by day..PROMISE HUH?I think that their high-flying promises and Stupid-pathetic giant photograph alongside the street its really2 disturbing. But its ok, we need political learning,dont us?hahaha..behold for stupid abusive using of any media for their black political campaign..INCLUDE THIS SOCIAL NETWORKING sites!be wise, be a smart and responsible voter!!!!

indonesiannya>>>.....Pokoknya tetep pinter aja... Saya sendiri sadar dan yakin bahwa sebagian masyarakat di Indonesia pada tiap daerah belum mempunyai pandangan atau keyakinan untuk mencontreng (atau mencoblos nih jadinya???) para CALEG yang bahkan dengan cara apa yang telah saya sampaikan diatas telah mempromosikan wajahnya( saya yakin PILPRES lebih menarik antusiasme masyarakat)...ironis memang dengan biaya yang besar, iklan kampanye dengan memasang wajah mereka dengan kata-kata penuh harap kurang mampu menggugah masyarakat untuk mencontreng mereka.

Lantas, apa solusi terbaik untuk iklan kampanye politik yang kurang berhasil tersebut??? Saya pun tidak mengerti...
Tapi memang ada banyak cara, seperti menyumbang lembaga sosial(dengan janji2)...
atau berkunjung ke masyarakat(dengan mengobral janji juga tentu....)
mengadakan atau ikut dalam kegiatan keagamaan(sayang kalo di politisir..namanya jual muka..)..lagi2 black campaign bukan??

Ada cara yang menurut saya cukup menarik..yang dilakukan oleh suatu televisi swasta, yakni dengan cara mengumpulkan setiap wakil dari masing masing parpol lalu dengan cara seperti quiz mereka ditest intelgensi serta kapabilitas dan wawasan mereka sebagai calon pemimpin atau wakil rakyat..lalu mereka diadu lagi dalam debat publik..sungguh menurut saya merupakan cara yang efisien dalam menilai dan membuka wawasan kita mengenai calon wakil atau pemimpin kita...

Namun..walaupun demikian, menurut saya cara tersebut tak akan dapat berlangsung dengan baik mengapa??? karena jumlah caleg untuk setiap daerah, wuiih..banyak sekali!!! bayangkan misal untuk satu parpol calegnya ada 8 dan dikalikan parpol yang megirimkan caleg yang jumlahnya puluhan(34???saya tak tahu apa setiap parpol mengirim caleg)..pasti akan sangat sulit..apalagi untuk debat publik jelas tidak dapat dilaksanakan dengan setiap Caleg...

Lantas bagaimana??? silahkan beikan pendapat anda pada saya untuk bagaimana solusi terbaik bagi masyarakat untuk dapat mengenal calegnya lebih baik...

Ingat GUNAKAN HAK PILIH ANDA DENGAN BIJAK DAN BERTANGGUNGJAWAB!!!!!!!!!!!!!

Rabu, 21 Januari 2009

BIROKRASI DI INDONESIA????????

Seperti yang kita ketahui dan alami selama ini bahwa pelayanan public atau birokrasi dalam pemerintahan negeri ini banyak mendapat kecaman dari masayarakat sendiri dikarenakan pelayanan birokrasi Indonesia amatlah buruk.
Menurut Dwight Y. King, birokrasi di Indonesia mempuyai ciri-ciri : mekanisme kerja yang tidak efisien, proses pelayanan yag lambat dan berbelit-belit,jumlah pegawai yang berlebihan, dan rentan penyalahgunaan wewenang seperti KKN.
Kurangnya realisasi nilai-nilai good governance (akuntabilias, transparansi ,efisiensi dan efektifitas, profesionalisme, penegakan hukum, kesetaraan, responsive, pengawasan, wawasan ke depan) dalam pemerintahan menjadi salah satu faktor penyebab buruknya birokrasi di Indonesia.
Oknum birokrasi sering kali kurang memperhatikan nilai-nilai sosial dalam masyarakat, mereka terpancang pada aturan yang berlaku, padahal sebuah aturan kadang bersifat subjektif, bahkan kadang terasa tidak bersifat populis atau berpihak pada rakyat. Mereka kurang bertindak dengan nurani( moral-etis) atau tindakan yang lebih rasional dalam suatu kondisi. Yang terjadi malah tindakan mempersulit masyarakat lemah dan mempermudah masyarakat yang mempunyai kepentingan yang dapat menguntungkan oknum-oknum tersebut. Dan kadang birokrasi hanya menjadi alat kepntingan politis saja, dan melupakan aspek pelayan pelayan kepada rakyat. Hal inilah yang kadang dapat menimbulkan konflik atau hubungan yang tidak harmonis (gap) antara masyarakat dan birokrat.
Sistem birokrasi seperti ini jelas tidak dapat dibiarkan lebih lama meracuni tatanan masyarakat kita, terutama hal ini menyangkut pelayanan masyarakat, dimana masyarakat benar-benar “memerlukan sesuatu” yang mana harus terlayani dengan baik oleh system birokrasi kita dengan memperhatikan nilai-nilai yang ada di masyarakat dan dengan birokrasi yang lebih berpihak pada rakyat.
Seharusnya, para pelayan publik harus sadar dan bekomitmen bahwa masyarakat telah mempercayakannya sebagai pelayan, birokrat harusnya memiliki mental yang kuat dalam mengabdi, sopan santun, harga diri, sifat jujur, cerdas, bijak, dan bijaksana, serta tidak melakukan “kebohongan publik” dengan sifat “melayani, bukan dilayani”. Adanya UU Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan bebas KKN, dari perspektif etika merupakan kemajuan yang sangat bagus dan hal pelayanan public ini.Para birokrat juga seharusnya benar-benar memahami dan berusaha mewujudkan prinsip good governance dalam pelayanan public,sehingga birokrasi dapat berfungsi maksimal dan benar-benar berkualitas.
Dalam pelayanan ini seharusnya dibarengi dengan revisi aturan yang lebih jelas dan lebih pasti, atau dengan kata lain aturan harus benar-benar memperhatikan aspek keadilan dan kebijaksanaan dalam pelayanan,dan pelaksanaanya pun harus dijalankan dengan baik, transparan dan mengacu pada pola good governance seperti yang telah dijelaskan diatas.


Dalam prakteknya, kadang birokrasi menghadapi situasi yang memerlukan kebijakan khusus. Seperti dalam keadaan darurat. Pemerintah ataupun system birokrasi dituntut untuk dapat memberikan pelayanan dengan lebih bijak. Aturan yang semula menjadi acuan yang bersifat kaku, harusnya dapat lebih bersifat fleksible dengan melihat kondisi yang terjadi. Birokrasi harusnya juga menggunakan nurani dalam melihat kepentingan masyarakat tanpa meninggalkan aspek rasionaloitas dan keadilan.
Masyarakat sendiri hendaknya harus dapat melihat dan menyadari apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Masyarakat harus kritis dalam hal ini, jangan mau hak kita ditekan dan dalam pemenuhannya dpersulit oleh birokrasi. Tapi masyarakat juga hendaknya harus memenuhi kewajiban ataupun peraturan yang berlaku dengan penuh kesadaran, tidak hanya asal menuntut atau memvonis birokrasi sebagai pihak yang bertanggung jawab atas semua.
Untuk meningkatkan kinerja birokrasi dan pelayanan pada masyarakat pemerintah telah melakukan berapa langkah konkret seperti lahirnya PP No. 41 tahun 2007 yang dimaksudkan untuk menata ulang struktur birokrasi pemerintahan daerah yang dinilai terlalu gemuk dan sangat tidak efektif, efisien, dan rasional sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah masing-masing. PP itu juga mendorong adanya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi serta komunikasi kelembagaan antara pusat dan daerah. PP baru tersebut merupakan pedoman bagi pemerintahan daerah agar membentuk organisasi pemerintahan yang efektif dan efisien, dan rasional sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah.
Salah satu kebijakan yang sangat responsif adalah Peraturan Mendagri No.24/2006 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Namun, dalam pelaksanaannya hanya beberapa daerah saja yang tergolong eksis, dan mampu merespon perubahan dan komitmen pada keunggulan pelayanan dengan membentuk kantor pelayanan terpadu diantaranya Kabupaten Sragen, Kabupaten Pare-Pare, Kabupaten Solok, Kota Dumai, Kota Pontianak, Kabupaten Takalar, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Kebumen. Dasar hukum kelembagaannya telah kuat karena diatur dalam peraturan daerah. Walaupun demikian, pelayanan ini telah terbukti lebih memudahkan bagi masyarakat serta lebih efektif dan efisien.
Dengan beberapa langkah tadi di harapkan ada feedback dari masyarakat dalam hal kesadarannya dalam memenuhi kewajiban atau aturan sehingga pelayanan dan pelaksanaan kewajiban serta hubungan antara oknum birokrasi (yang baik) dan masyarakat akan lebih harmonis demi terciptanya keadaan yang lebih baik.







Tabel : Model Perubahan Birorkasi Untuk Indonesia
Dimensi Model Lama Birokrasi Model Baru Birokrasi
Kultur dan struktur kerja Irasional –hirarkis Rasional-egaliter
Hubungan kerja Komando-intervensionis Partisipan –outonomus
Tujuan kerja Penguasaan, Pengendalian Publik Pemberdayaan Publik, Demokratisasi
Sikap terhadap publik Rent-seeking
(ekonomi biaya tinggi). Profesional pelayanan publik, transparansi biaya (public accountibility).
Pola Rekruitmen, pengawasan &Penghargaan Spoil System(Nepotisme, diskriminasi, reward berdasarkan ikatan primordial –suku, ras, agama) Merit System(pengangkatan karena keahlian, pengawasan kolektif, obyektif)
Model Pelayanan Tidak Ada Kompetisi dalam Pelayanan Kompetitif dalam Memberikan Pelayanan
Keterkaitan dengan Politik Birokrasi Berpolitik Netralitas Politik Birokrasi
Sumber: Syafuan (2000),. Jurnal Tranparansi Indonesia, hal. 6

Sumber- sumber :
http://thamrin.wordpress.com/2006/11/17/10-prinsip-good-governance/
http://www.ombudsman-asahan.org/index.php?option=com_content&task=view&id=87&Itemid=9
http://klipingut.wordpress.com/2007/12/18/birokrasi/

wajah suram mahkamah agung

Wajah Suram Mahkamah Agung


Peradilan di Indonesia nampaknya semakin sering mendapat pemberitaan negatif. Citra peradilan Indonesia pun makin suram dari waktu ke waktu. Kepercayaan masyarakat akan lembaga peradilan Indonesia juga semakin luntur. Dari lembaga-lembaga peradilan di Indonesia, nampaknya Mahkamah Agung (MA) menjadi salah satu lembaga yang paling kontroversial dan berperan besar dalam memperburuk citra peradilan dan hukum di Indonesia.
Salah satu permasalahan yang menimbulkan polemik baru-baru ini adalah mengenai Rancangan Undang-undang Mahkamah Agung (RUU MA). RUU MA ini rencananya akan segera disahkan dalam sidang paripurna DPR. Perpanjangan usia pensiun Hakim Agung dari 67 tahun menjadi 70 tahun menjadi hal yang banyak mendapat kecaman dari banyak pihak dalam RUU ini.
Perpanjangan usia pensiun ini memperlihatkan bahwa peradilan di Indonesia tidak menunjukkan progresivitas atau semangat pembaharuan ke arah yang lebih baik. Selain kemampuan fisik dan psikis yang jelas akan semakin menurun di atas usia 65 tahun, perpanjangan usia pensiun ini akan menghambat regenerasi Hakim Agung, karena para Hakim Tinggi yang notabene lebih muda, lebih enerjik, dan lebih idealis dan berintegritas akan sulit untuk menempati posisi Hakim Agung karena senior mereka belum juga dipensiunkan walupun telah melampaui usia produktif. Perpanjangan usia pensiun ini nantinya cenderung memberikan absolute power bagi para Hakim Agung dan hal ini ditakutkan rawan akan korupsi maupun lobi-lobi penyelesaian perkara oleh pihak yang berkepentingan. Selain itu para Hakim Agung yang telah memasuki usia uzur dan masih menjabat sampai sekarang sebenarnya memiliki kinerja yang kurang baik sehingga akan menjadi tindakan yang tidak efisien dan merupakan pemborosan untuk tetap mempertahankan mereka dengan perpanjangan usia pensiun ini.
MA menjadi lembaga yang makin memprihatinkan karena terkesan menjadi tidak bisa tersentuh atau diawasi oleh lembaga apapun. Perseteruan antara MA dan Komisi Yudisial (KY) adalah contoh dari sifat MA yang untouchable itu. MA melakukan penolakan atas pengawasan hakim termasuk hakim agung yang dilakukan oleh KY. Perseteruan ini sampai ke tingkat Mahkamah Konstitusi yang akhirnya karena usaha dari MA dengan mekanisme judicial review , kewenangan KY bagaikan diamputasi karena undang-undang KY tentang mekanisme pengawasan ini dirubuhkan dengan alasan inkonstitusional.
Contoh yang lain adalah perselisihan antara MA dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). MA tidak berkenan diaudit keuangannya oleh BPK karena ada perbedaan pendapat antara keduanya mengenai biaya perkara. BPK berpendapat bahwa biaya perkara merupakan bagian dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sehingga biaya perkara dapat menjadi objek auditnya dan seharusnya biaya ini disetorkan ke negara, sedangkan MA berpendapat bahwa biaya perkara adalah biaya yang dititipkan pihak yang berperkara yang akan dikembalikan apabila berlebih sehingga belum termasuk kategori uang negara. Keduanya pun saling mempunyai landasan hukum atas pendapatnya. BPK berpengangan pada UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang BPK, sedangkan MA berpedoman pada peraturan Herziene Indische Reglement(HIR) dan Rechtsreglement Buiten gewesen (RBg) dan substansi Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP).
Keburukan-keburukan MA seharusnya menyadarkan pemerintah bahwa inilah saatnya untuk melakukan restrukturisasi birokrasi di tubuh MA dan lembaga peradilan lainnya. Regenerasi sangat diperlukan untuk membawa peradilan kita menuju perubahan yang benar-benar baik karena diharapkan para penegak hukum muda yang memiliki semangat dedikasi tinggi dan idealisme yang mantap dapat menampilkan wajah baru peradilan Indonesia yang lebih bersih, jujur, dan benar-benar menjunjung keadilan.





Maaf jika postingan kurang up 2 date. Terimakasih untuk semua sumber tulisan ini... VIVA JUSTICIA

Rabu, 14 Januari 2009

Oe...ngeblog maneh yooo..

After a long long time I've been freezed...now it's time to...Shock this Fuckin underworld hahahahaha